Menakar Efektivitas Pelaksanaan Pemilihan Serentak
Menakar Efektivitas Pelaksanaan Pemilihan Serentak: Dipilih DPRD atau Tetap Dipilih Langsung? Oleh Anzhar Ishal Afryand, M.Pd Wacana mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah kembali mengemuka. Di tengah evaluasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang dinilai mahal dan rawan konflik, muncul kembali gagasan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD, bukan secara langsung oleh rakyat. Perdebatan ini penting, tetapi harus ditempatkan secara jernih, apakah perubahan sistem benar-benar meningkatkan kualitas demokrasi dan pemerintahan daerah? atau justru menjadi kemunduran demokrasi?. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu capaian penting reformasi. Melalui mekanisme ini, rakyat tidak hanya menjadi objek kekuasaan, tetapi subjek yang menentukan pemimpinnya. Kepala daerah yang terpilih langsung memiliki legitimasi politik yang kuat karena mandat diperoleh langsung dari pemilih. Dalam teori demokrasi, legitimasi tersebut menjadi modal utama bagi akuntabilitas dan responsivitas pemimpin terhadap kebutuhan publik. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa pemilihan kepala daerah langsung juga menyisakan banyak persoalan. Biaya penyelenggaraan yang besar, maraknya politik uang, hingga konflik horizontal sering dijadikan alasan utama untuk mengkritisi sistem ini. Dalam praktiknya, tingginya ongkos politik kerap mendorong kepala daerah terjerumus pada praktik korupsi demi mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan. Di sisi lain, pemilihan kepala daerah melalui DPRD dianggap lebih efisien dan minim konflik. Negara tidak perlu mengeluarkan biaya besar, dan stabilitas politik daerah dinilai lebih terjaga. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat secara konstitusional memang memiliki legitimasi untuk menjalankan fungsi politik tersebut. Namun, persoalannya bukan sekadar soal efisiensi. Pemilihan melalui DPRD menyimpan risiko besar terjadinya transaksi politik di ruang tertutup. Ketika keputusan hanya berada di tangan segelintir elite, kepentingan rakyat mudah tersisih oleh kompromi politik dan kepentingan partai. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa mekanisme ini rawan oligarki dan melemahkan kontrol publik. Kepala daerah yang terpilih pun lebih merasa bertanggung jawab kepada elite politik dibandingkan kepada rakyat. Jika efektivitas dimaknai semata-mata sebagai efisiensi anggaran dan stabilitas jangka pendek, maka pemilihan oleh DPRD bisa tampak lebih unggul. Namun, jika efektivitas dipahami sebagai kemampuan sistem melahirkan pemimpin yang legitimate, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan publik, maka Pilkada langsung tetap relevan. Demokrasi memang mahal, tetapi ketidakdemokratisan sering kali jauh lebih mahal dalam jangka panjang. Alih-alih mundur ke sistem pemilihan tidak langsung, yang lebih mendesak adalah memperbaiki kualitas Pemilihan kepala daerah langsung. Pengawasan pendanaan politik harus diperketat, politik uang ditindak tegas, dan pendidikan politik masyarakat diperkuat. Reformasi partai politik juga menjadi kunci agar calon kepala daerah yang diusung benar-benar berintegritas dan berkapasitas. Pada akhirnya, pilihan sistem pemilihan kepala daerah harus berpijak pada kepentingan rakyat, bukan semata kepentingan elit atau pertimbangan teknis jangka pendek. Demokrasi lokal yang sehat memang tidak lahir dari sistem yang sempurna, tetapi dari komitmen bersama untuk terus memperbaikinya. Pilkada langsung, dengan segala kekurangannya, masih menjadi instrumen paling rasional untuk menjaga kedaulatan rakyat di tingkat daerah. Biodata penulis: Anzhar Ishal Afryand Ketua KPU Kota Cimahi ....
Mewujudkan Pemilu yang Inklusi Bagi Disabilitas
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan pilar utama demokrasi yang menjamin hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam menentukan arah kepemimpinan dan kebijakan publik. Namun, dalam praktiknya, belum semua kelompok masyarakat dapat mengakses dan menikmati hak politik tersebut secara setara. Salah satu kelompok yang masih menghadapi berbagai tantangan adalah penyandang disabilitas. Oleh karena itu, mewujudkan Pemilu yang inklusi bagi disabilitas menjadi keharusan dalam negara demokratis. Seperti yang diungkapkan oleh Iris Marion Young (2000) dalam Inclusion and Democracy menyatakan bahwa demokrasi yang adil harus mengikutsertakan kelompok yang terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan politik. Menurutnya, kesetaraan politik tidak cukup diwujudkan melalui aturan formal, tetapi harus memperhatikan hambatan struktural yang dialami kelompok tertentu. Lebih lanjut Jack Donnelly (2013) menjelaskan bahwa hak politik merupakan bagian dari hak asasi manusia universal yang melekat pada setiap individu tanpa diskriminasi. Negara berkewajiban menjamin pemenuhan hak tersebut secara efektif, bukan hanya normatif. Menurut Donnelly, kegagalan negara menyediakan akses Pemilu bagi penyandang disabilitas merupakan pelanggaran terhadap prinsip equality and non-discrimination dalam HAM. Dengan demikian, Pemilu inklusif adalah konsekuensi logis dari negara hukum yang menjunjung HAM. Selain itu, hal ini termaktub dalam beberapa aturan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti dalam Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak warga negara untuk berpartisipasi politik secara setara tanpa diskriminasi. Prinsip ini tercermin dari Pasal 27, Pasal 28D, dan prinsip persamaan di depan hukum dan pemerintahan. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menegaskan bahwa penyelenggaraan pemilu harus memberikan kesempatan yang sama kepada penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih, serta berpartisipasi dalam setiap tahapan Pemilu melalui penyediaan aksesibilitas serta dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama tanpa diskriminasi termasuk hak atas akses informasi, pelayanan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat serta pemerintahan termasuk politik. Pasal 13 UU No. 8/2016 secara khusus menjamin kesempatan yang sama dalam partisipasi politik. Dalam konteks Pemilu,penyandang disabilitas sering kali terpinggirkan akibat keterbatasan akses dan stigma sosial. Oleh karena itu, Pemilu inklusif merupakan syarat mutlak agar demokrasi tidak bersifat eksklusif dan elitis. Pemilu yang inklusif berarti memastikan seluruh warga Negara tanpa terkecuali, dapat berpartisipasi secara penuh, bebas, dan bermartabat. Salah satu tantangan utama dalam penyelenggaraan Pemilu inklusif adalah aksesibilitas. Masih banyak tempat pemungutan suara (TPS) yang belum ramah disabilitas, seperti tidak tersedianya jalur kursi roda, bilik suara yang terlalu sempit, atau ketinggian kotak suara yang tidak sesuai. Selain itu, akses informasi Pemilu juga sering kali belum disediakan dalam format yang mudah diakses, seperti huruf braille, bahasa isyarat, atau audio untuk penyandang disabilitas netra dan rungu. Selain faktor fisik dan teknis, tantangan lain yang tidak kalah penting adalah stigma dan kurangnya pemahaman masyarakat, termasuk penyelenggara Pemilu, terhadap hak dan kemampuan penyandang disabilitas. Masih terdapat anggapan bahwa penyandang disabilitas tidak mampu menentukan pilihan politik secara mandiri. Pandangan ini tidak hanya keliru, tetapi juga melanggar prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi. Untuk mewujudkan Pemilu yang inklusi, diperlukan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak. Penyelenggara Pemilu harus memastikan seluruh tahapan Pemilu, mulai dari pendataan pemilih, sosialisasi, hingga pemungutan dan penghitungan suara, dirancang dengan prinsip inklusivitas. Pelatihan bagi petugas Pemilu terkait pelayanan ramah disabilitas juga menjadi langkah penting agar hak pilih dapat digunakan secara nyaman dan aman. Di sisi lain, partisipasi aktif organisasi penyandang disabilitas sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan evaluasi Pemilu. Keterlibatan mereka akan membantu memastikan kebijakan dan fasilitas yang disediakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Pemerintah dan masyarakat juga perlu terus meningkatkan kesadaran bahwa Pemilu inklusif bukanlah bentuk keistimewaan, melainkan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan menciptakan Pemilu yang inklusi bagi disabilitas, demokrasi tidak hanya menjadi milik mayoritas, tetapi juga ruang yang adil dan setara bagi semua. Pemilu yang ramah disabilitas adalah cerminan dari demokrasi yang matang, berkeadilan, dan berkeadaban, serta menjadi langkah nyata menuju masyarakat yang inklusif dan berkeadilan sosial. Oleh Anzhar Ishal Afryand M.Pd (Ketua KPU Kota Cimahi) ....
KPU Kota Cimahi Laksanakan Asistensi SIPOL Bersama Partai NASDEM untuk Akurasi Data Berkelanjutan
CIMAHI – KPU Kota Cimahi kembali melanjutkan rangkaian agenda pemutakhiran data partai politik tahun 2025. Pada Senin (15/12/2025), jajaran pimpinan KPU Kota Cimahi menggelar pertemuan koordinasi dan asistensi teknis bersama DPD Partai NASDEM Kota Cimahi. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya rutin KPU untuk memastikan data kepengurusan dan keanggotaan partai tetap mutakhir melalui platform Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Dengan pembaruan secara real-time, KPU berharap seluruh data administratif partai politik di Kota Cimahi memiliki akuntabilitas yang tinggi. "Tujuan utama kunjungan ini adalah memastikan bahwa data Partai NASDEM di Kota Cimahi selaras dengan kondisi faktual terkini di lapangan dan telah terverifikasi secara sah dalam sistem nasional. Validitas data ini adalah kunci fondasi Pemilu yang kuat di masa depan," ungkap perwakilan pimpinan KPU Kota Cimahi. (Parmas KPU Kota CImahi) ....
Jamin Akurasi Data SIPOL, KPU Kota Cimahi Dampingi Pemutakhiran Data PPP
CIMAHI – KPU Kota Cimahi terus berkomitmen menjaga kualitas dan validitas data peserta Pemilu secara berkelanjutan. Pada Senin (15/12/2025), jajaran pimpinan KPU Kota Cimahi melaksanakan kunjungan koordinasi sekaligus asistensi pemutakhiran data partai politik tahun 2025 bersama DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kota Cimahi. Fokus utama dari pertemuan ini adalah sinkronisasi data kepengurusan dan keanggotaan melalui platform Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Melalui sistem ini, pembaruan data dilakukan secara real-time untuk memastikan administrasi partai di tingkat daerah selaras dengan kondisi faktual di lapangan serta terverifikasi secara akurat dalam sistem nasional. "Pembaruan data yang rutin dan akurat merupakan fondasi penting agar tahapan Pemilu mendatang berjalan lebih kuat dan akuntabel. Kami memastikan data PPP di Kota Cimahi telah sesuai dengan kondisi terkini," jelas perwakilan pimpinan KPU Kota Cimahi di sela-sela kegiatan. (Parmas KPU Kota Cimahi) ....
Pimpin Apel Pagi, La Media Ajak Jajaran KPU Kota Cimahi Optimalkan Media Sosial
CIMAHI – Mengawali pekan di pertengahan Desember, KPU Kota Cimahi menggelar apel pagi rutin di halaman kantor pada Senin (15/12/2025). Bertindak sebagai Pembina Apel, Anggota KPU Kota Cimahi Divisi Sosdiklih, Parmas, dan SDM, La Media, dengan Kasubag Parmas dan SDM, Yusti Rahayu, sebagai pemimpin apel. Apel ini dihadiri oleh jajaran Komisioner, yakni Djayadi Rachmat, Emsidelva Okasti, dan Yosi Sundansyah, serta diikuti oleh seluruh staf Sekretariat KPU Kota Cimahi. Dalam amanatnya, La Media memberikan dua catatan penting menjelang tutup tahun 2025. Pertama, beliau mengingatkan seluruh jajaran untuk segera menuntaskan agenda kerja mengingat tahun 2025 akan segera berakhir. Kedua, La Media memberikan penekanan khusus pada peran media sosial institusi. "Media sosial adalah jembatan utama kita dengan masyarakat. Memasuki akhir tahun, konsistensi dalam menyebarkan berita dan informasi edukatif harus terus ditingkatkan agar publik tetap mendapatkan akses informasi kepemiluan yang akurat," tegasnya. (Parmas KPU KOta CImahi) ....
KPU Kota Cimahi Hadiri Pleno Terbuka Rekapitulasi Data Pemilih Berkelanjutan Semester II KPU Jawa Barat
BANDUNG – Ketua KPU Kota Cimahi, Anzhar Ishal Afryand, bersama Kadiv Perencanaan, Data dan Informasi (Rendatin), Djayadi Rachmat, menghadiri Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Semester II Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Barat, Jumat (12/12/2025). Acara yang berlangsung di Ruang Rapat Pleno KPU Provinsi Jawa Barat ini dibuka secara resmi oleh Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Ahmad Nur Hidayat. Agenda utama pertemuan ini adalah sinkronisasi hasil rekapitulasi data pemilih dari seluruh Kabupaten/Kota se-Jawa Barat untuk periode Juli hingga Desember 2025. Dalam rapat tersebut, dilakukan pembacaan hasil rekapitulasi secara mendetail serta penyerapan masukan dan tanggapan dari berbagai peserta pleno. Kegiatan diakhiri dengan penandatanganan Berita Acara Rapat Pleno Terbuka dan Keputusan KPU sebagai bentuk legalitas data pemilih di Jawa Barat. Kehadiran pimpinan KPU Kota Cimahi ini menegaskan komitmen dalam menyajikan data pemilih yang akurat, mutakhir, dan terlindungi bagi masyarakat Kota Cimahi. (Parmas KPU Kota Cimahi) ....
Publikasi
Opini
Menakar Efektivitas Pelaksanaan Pemilihan Serentak: Dipilih DPRD atau Tetap Dipilih Langsung? Oleh Anzhar Ishal Afryand, M.Pd Wacana mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah kembali mengemuka. Di tengah evaluasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang dinilai mahal dan rawan konflik, muncul kembali gagasan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD, bukan secara langsung oleh rakyat. Perdebatan ini penting, tetapi harus ditempatkan secara jernih, apakah perubahan sistem benar-benar meningkatkan kualitas demokrasi dan pemerintahan daerah? atau justru menjadi kemunduran demokrasi?. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu capaian penting reformasi. Melalui mekanisme ini, rakyat tidak hanya menjadi objek kekuasaan, tetapi subjek yang menentukan pemimpinnya. Kepala daerah yang terpilih langsung memiliki legitimasi politik yang kuat karena mandat diperoleh langsung dari pemilih. Dalam teori demokrasi, legitimasi tersebut menjadi modal utama bagi akuntabilitas dan responsivitas pemimpin terhadap kebutuhan publik. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa pemilihan kepala daerah langsung juga menyisakan banyak persoalan. Biaya penyelenggaraan yang besar, maraknya politik uang, hingga konflik horizontal sering dijadikan alasan utama untuk mengkritisi sistem ini. Dalam praktiknya, tingginya ongkos politik kerap mendorong kepala daerah terjerumus pada praktik korupsi demi mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan. Di sisi lain, pemilihan kepala daerah melalui DPRD dianggap lebih efisien dan minim konflik. Negara tidak perlu mengeluarkan biaya besar, dan stabilitas politik daerah dinilai lebih terjaga. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat secara konstitusional memang memiliki legitimasi untuk menjalankan fungsi politik tersebut. Namun, persoalannya bukan sekadar soal efisiensi. Pemilihan melalui DPRD menyimpan risiko besar terjadinya transaksi politik di ruang tertutup. Ketika keputusan hanya berada di tangan segelintir elite, kepentingan rakyat mudah tersisih oleh kompromi politik dan kepentingan partai. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa mekanisme ini rawan oligarki dan melemahkan kontrol publik. Kepala daerah yang terpilih pun lebih merasa bertanggung jawab kepada elite politik dibandingkan kepada rakyat. Jika efektivitas dimaknai semata-mata sebagai efisiensi anggaran dan stabilitas jangka pendek, maka pemilihan oleh DPRD bisa tampak lebih unggul. Namun, jika efektivitas dipahami sebagai kemampuan sistem melahirkan pemimpin yang legitimate, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan publik, maka Pilkada langsung tetap relevan. Demokrasi memang mahal, tetapi ketidakdemokratisan sering kali jauh lebih mahal dalam jangka panjang. Alih-alih mundur ke sistem pemilihan tidak langsung, yang lebih mendesak adalah memperbaiki kualitas Pemilihan kepala daerah langsung. Pengawasan pendanaan politik harus diperketat, politik uang ditindak tegas, dan pendidikan politik masyarakat diperkuat. Reformasi partai politik juga menjadi kunci agar calon kepala daerah yang diusung benar-benar berintegritas dan berkapasitas. Pada akhirnya, pilihan sistem pemilihan kepala daerah harus berpijak pada kepentingan rakyat, bukan semata kepentingan elit atau pertimbangan teknis jangka pendek. Demokrasi lokal yang sehat memang tidak lahir dari sistem yang sempurna, tetapi dari komitmen bersama untuk terus memperbaikinya. Pilkada langsung, dengan segala kekurangannya, masih menjadi instrumen paling rasional untuk menjaga kedaulatan rakyat di tingkat daerah. Biodata penulis: Anzhar Ishal Afryand Ketua KPU Kota Cimahi
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan pilar utama demokrasi yang menjamin hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam menentukan arah kepemimpinan dan kebijakan publik. Namun, dalam praktiknya, belum semua kelompok masyarakat dapat mengakses dan menikmati hak politik tersebut secara setara. Salah satu kelompok yang masih menghadapi berbagai tantangan adalah penyandang disabilitas. Oleh karena itu, mewujudkan Pemilu yang inklusi bagi disabilitas menjadi keharusan dalam negara demokratis. Seperti yang diungkapkan oleh Iris Marion Young (2000) dalam Inclusion and Democracy menyatakan bahwa demokrasi yang adil harus mengikutsertakan kelompok yang terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan politik. Menurutnya, kesetaraan politik tidak cukup diwujudkan melalui aturan formal, tetapi harus memperhatikan hambatan struktural yang dialami kelompok tertentu. Lebih lanjut Jack Donnelly (2013) menjelaskan bahwa hak politik merupakan bagian dari hak asasi manusia universal yang melekat pada setiap individu tanpa diskriminasi. Negara berkewajiban menjamin pemenuhan hak tersebut secara efektif, bukan hanya normatif. Menurut Donnelly, kegagalan negara menyediakan akses Pemilu bagi penyandang disabilitas merupakan pelanggaran terhadap prinsip equality and non-discrimination dalam HAM. Dengan demikian, Pemilu inklusif adalah konsekuensi logis dari negara hukum yang menjunjung HAM. Selain itu, hal ini termaktub dalam beberapa aturan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti dalam Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak warga negara untuk berpartisipasi politik secara setara tanpa diskriminasi. Prinsip ini tercermin dari Pasal 27, Pasal 28D, dan prinsip persamaan di depan hukum dan pemerintahan. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menegaskan bahwa penyelenggaraan pemilu harus memberikan kesempatan yang sama kepada penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih, serta berpartisipasi dalam setiap tahapan Pemilu melalui penyediaan aksesibilitas serta dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama tanpa diskriminasi termasuk hak atas akses informasi, pelayanan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat serta pemerintahan termasuk politik. Pasal 13 UU No. 8/2016 secara khusus menjamin kesempatan yang sama dalam partisipasi politik. Dalam konteks Pemilu,penyandang disabilitas sering kali terpinggirkan akibat keterbatasan akses dan stigma sosial. Oleh karena itu, Pemilu inklusif merupakan syarat mutlak agar demokrasi tidak bersifat eksklusif dan elitis. Pemilu yang inklusif berarti memastikan seluruh warga Negara tanpa terkecuali, dapat berpartisipasi secara penuh, bebas, dan bermartabat. Salah satu tantangan utama dalam penyelenggaraan Pemilu inklusif adalah aksesibilitas. Masih banyak tempat pemungutan suara (TPS) yang belum ramah disabilitas, seperti tidak tersedianya jalur kursi roda, bilik suara yang terlalu sempit, atau ketinggian kotak suara yang tidak sesuai. Selain itu, akses informasi Pemilu juga sering kali belum disediakan dalam format yang mudah diakses, seperti huruf braille, bahasa isyarat, atau audio untuk penyandang disabilitas netra dan rungu. Selain faktor fisik dan teknis, tantangan lain yang tidak kalah penting adalah stigma dan kurangnya pemahaman masyarakat, termasuk penyelenggara Pemilu, terhadap hak dan kemampuan penyandang disabilitas. Masih terdapat anggapan bahwa penyandang disabilitas tidak mampu menentukan pilihan politik secara mandiri. Pandangan ini tidak hanya keliru, tetapi juga melanggar prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi. Untuk mewujudkan Pemilu yang inklusi, diperlukan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak. Penyelenggara Pemilu harus memastikan seluruh tahapan Pemilu, mulai dari pendataan pemilih, sosialisasi, hingga pemungutan dan penghitungan suara, dirancang dengan prinsip inklusivitas. Pelatihan bagi petugas Pemilu terkait pelayanan ramah disabilitas juga menjadi langkah penting agar hak pilih dapat digunakan secara nyaman dan aman. Di sisi lain, partisipasi aktif organisasi penyandang disabilitas sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan evaluasi Pemilu. Keterlibatan mereka akan membantu memastikan kebijakan dan fasilitas yang disediakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Pemerintah dan masyarakat juga perlu terus meningkatkan kesadaran bahwa Pemilu inklusif bukanlah bentuk keistimewaan, melainkan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan menciptakan Pemilu yang inklusi bagi disabilitas, demokrasi tidak hanya menjadi milik mayoritas, tetapi juga ruang yang adil dan setara bagi semua. Pemilu yang ramah disabilitas adalah cerminan dari demokrasi yang matang, berkeadilan, dan berkeadaban, serta menjadi langkah nyata menuju masyarakat yang inklusif dan berkeadilan sosial. Oleh Anzhar Ishal Afryand M.Pd (Ketua KPU Kota Cimahi)
Oleh: (Fahmi Fadillah, penyusun materi hukum dan perundang-undangan KPU Kota Cimahi) A. PENDAHULUAN Pelaksanaan pemilihan calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (yang selanjutnya disebut sebagai DPRD) merupakan sarana bagi masyarakat untuk memilih calon yang memiliki kompetensi dan kemampuan untuk melaksanakan aspirasi masyarakat. Untuk menjamin proses pelaksanaan demokrasi yang adil dan transparan, penyelenggara Pemilu harus berdasarkan prinsip-prinsip kepastian hukum dan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun undang-undang yang mengatur tentang Pemilu yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Peraturan Pelaksana dan Peraturan yang dibuat dan ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Komisi Pemilihan umum sebagai pihak yang menyelenggarakan pemilu memiliki tanggung jawab dan tugas untuk melaksanakan setiap tahapan yang telah diatur didalam peraturan perundang-undangan. Hal yang menjadi perhatian dalam proses penyelenggaran pemilu adalah proses verifikasi terhadap persyaratan setiap calon Anggota DPRD yang mengajukan diri untuk menjadi peserta pemilu. Hal ini terjadi karena dalam proses pengumpulan persyaratan sering kali menimbulkan permasalahan seperti dokumen yang diserahkan tidak lengkap, tanggal pengumpulan berkas persyaratan tidak sesuai dengan yang dijadwalkan, adanya ketidaksesuaian nama diantara dokumen yang dikumpulkan, proses penafsiran peraturan yang berbeda, dan terakhir adanya calon yang terbukti melanggar ketentuan hukum namun tetap didaftarkan sebagai calon peserta pemilu. Kepastian hukum merupakan hal yang penting dalam proses pelaksanaan pemilihan calon anggota Anggota DPRD. Dengan adanya asas kepastian hukum akan memberikan jaminan bahwa setiap proses dan keputusan yang dibuat berdasarkan aturan hukum yang jelas, komitmen untuk menaati segala keputusan dan memenuhi rasa keadilan bagi setiap Calon Anggota DPRD, Partai Politik Pengusung dan masyarakat yang akan memilih. Berdasarkan uraian mengenai permasalahan tentang persyaratan administrasi, apakah akan menimbulkan masalah apabila ada peserta Calon Anggota DPRD yang tidak memenuhi persyaratan pelaksanaan pemilihan calon Anggota DPRD di Kota Cimahi dan solusi apa yang dapat diberikan agar calon Anggota DPRD dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Peraturan Perundang-undangan? B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana dampaknya apabila calon Anggota DPRD Kota Cimahi tidak dapat memenuhi persyaratan administrasi yang telah diatur oleh Peraturan Perundang-undangan? 2. Solusi apa yang dapat diberikan agar calon Anggota DPRD Kota Cimahi dapat memenuhi persyaratan administrasi yang telah ditetapkan oleh Peraturan Perundang-undangan? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui dampaknya apabila calon anggota DPRD Kota Cimahi tidak dapat memenuhi persyaratan administrasi yang telah diatur oleh Peraturan Perundang-undangan. 2. Untuk mengetahui Solusi yang dapat diberikan calon Anggota DPRD Kota Cimahi dapat memenuhi persyaratan administrasi yang telah ditetapkan oleh Peraturan Perundang-undangan. D. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah menelaah hukum dari sumber-sumber tertulis seperti peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum, asas-asas hukum yang akan dikaitkan dengan proses pelaksanaan Pemilihan Umum Calon Anggota DPRD di Kota Cimahi. Dalam penelitian ini akan menggunakan beberapa pendekatan seperti Pendekatan Undang-Undang dan Pendekatan Konseptual. 1. Pendekatan Undang-Undang Pendekatan Undang-Undang dilakukan untuk mengkaji peraturan perundang-undangan Pemilu yang berhubungan dengan proses pelaksanaan pemilihan calon Anggota DPRD Kota Cimahi, adapun undang-undang yang digunakan yaitu : a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. b. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemiliah Umum Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota 2. Pendekatan konseptual Pendekatan konseptual adalah pengkajian dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum dikaitkan dengan isu yang akan dihadapi, sehingga penulis akan menemukan jawaban yang relevan dari permasalahan yang sedang dihadapi. 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan merupakan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, Peraturan KPU, dan literatur tentang kepemiluan. 4. Teknik Analisis Data Teknis analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu menjelaskan dan menguraikan data hukum sebagaimana adanya berdasarkan dokumen dan norma hukum positif. E. PEMBAHASAN 1. Dampak Apabila Calon Anggota DPRD Kota Cimahi Tidak Dapat Memenuhi Persyaratan Yang Telah Diatur Oleh Peraturan Perundang-Undangan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki peran penting dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Sebagai lembaga legislatif di tingkat daerah DPRD Kota Cimahi memiliki tugas untuk menyusun peraturan daerah, mengawasi jalannya pemerintahan daerah, menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Proses pelaksanaan pemilihan calon Anggota DPRD membutuhkan kehatian-hatian dan dilaksanakan secara transparan sehingga masyarakat bisa mengetahui setiap kelebihan dan kekurangan calon yang akan dipilih. Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga yang menyelenggarakan pelaksanaan pemilihan umum harus bersifat netral. Persyaratan yang harus dilengkapi oleh calon Anggota DPRD Kota Cimahi diatur secara spesifik di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (yang selanjutnya akan disebut PKPU Nomor 4 Tahun 2024) Pasal 11 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (yang selanjutnya akan disebut PKPU Nomor 10 Tahun 2023) Pasal 12, Adapun persyaratan administrasi yang harus dipenuhi antara lain : Pasal 11 1. Persyaratan administrasi bakal calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 2 huruf b merupakan warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan : a. Telah berumur 21 (duapuluh satu) tahun atau lebih; b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. Dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia; e. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah Kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat; f. Setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; g. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak Pindana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang; h. Sehat jasmani, Rohani dan bebas dari penyalahgunaan narkotika; i. Terdaftar sebagai pemilih; j. Bersedia bekerja penuh waktu; k. Mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali; l. Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas wewenang dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; m. Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan/atau karyawan pada badan usaha milik negara, dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; n. Menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu; o. Dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan p. Dicalonkan hanya di 1 (satu) Dapil. 2. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bakal calon harus memenuhi persyaratan : a. Dicalonkan hanya oleh 1 (satu) Partai Politik Peserta Pemilu; b. Mengundurkan diri sebagai kepala desa, perangkat desa atau anggota badan permusyawaratan desa yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali; c. Mengundurkan diri sebagai anggota Partai Politik Peserta Pemilu yang diwakili pada Pemilu Terakhir dalam hal berstatus sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu yang berbeda dengan partai politik yang diwakili pada Pemilu terakhir, dan d. Mengundurkan diri sebagai penyelenggara Pemilu, panitia pemilihan kecamatan, panitia pemungutan suara, panitia pemilihan luar negeri, panitia pengawas Pemilu kecamatan, panitia pengawas Pemilu kelurahan/desa, dan panitia pengawas pemilu luar negeri. 3. Persyaratan berumur 21 (duapuluh satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a terhitung sejak penetapan DCT; 4. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d dikecualikan bagi penyandang disabilitas yang memiliki kemampuan untuk melakukan tugasnya sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; 5. Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan hari terakhir masa pengajuan bakal calon. 6. Dihapus. Pasal 12 1. Dokumen persyaratan administrasi Bakal Calon sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat 1 dan ayat 2 meliputi : a. KTP-el; b. Surat pernyataan Bakal Calon menggunakan formular MODEL BB.PERNYATAAN yang dibubuhi materai dan ditandatangani oleh Bakal Calon yang menyatakan bahwa : 1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) Dapat berbicara, membaca dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia; 3) Setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; 4) Bersedia untuk bekerja penuh waktu apabila terpilih menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota; 5) Bersedia hanya dicalonkan oleh 1 (satu) Partai Politik Peserta Pemilu untuk 1 (satu) Lembaga Perwakilan di 1 (satu) Dapil; 6) Mengundurkan diri dan tidak dapat ditarik Kembali bagi Bakal Calon yang berstatus sebagai : a) Kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; atau b) Kepala desa. Perangkat desa, atau anggota badan permusyawaratan desa; 7) Mengundurkan diri bagi bakal calon yang berstatus sebagai : a) Anggota partai politik peserta pemilu yang diwakili pada pemilu terakhir dalam hal berstatus sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/kota yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu yang berbeda dengan partai politik yang diwakili pada Pemilu terakhir; atau b) Penyelenggara Pemilu, panitia pemilihan kecamatan, panitia pemungutan suara, panitia pemilihan luar negeri, panitia pengawas pemilu kecamatan, panitia pengawas pemilu kelurahan/desa, dan panitia pengawas pemilu luar negeri; 8) Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah atau melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuanag negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 9) Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; 10) Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; 11) mantan terpidana telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pengajuan Bakal Calon; 12) terpidana atau mantan terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik; 13) mantan terpidana bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang; dan 14) data dan dokumen yang telah diinput dan diunggah melalui Silon yaitu benar dan lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. fotokopi ijazah atau surat keterangan pengganti ijazah sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat yang dilegalisasi oleh instansi yang berwenang; d. surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit pemerintah yang memenuhi syarat dan surat keterangan bebas penyalahgunaan narkotika dari pusat kesehatan masyarakat yang memenuhi syarat, rumah sakit pemerintah yang memenuhi syarat, atau badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kabupaten/kota; e. tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih; dan f. kartu tanda anggota Partai Politik Peserta Pemilu. 2. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 10 dilampiri dengan surat keterangan dari pengadilan negeri di wilayah hukum tempat tinggal Bakal Calon. 3. Ketentuan mengenai formulir MODEL BB. PERNYATAAN. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Komisi ini. Berdasarkan persyaratan yang telah diatur dalam Pasal 11 PKPU Nomor 4 Tahun 2024 dan Pasal 12 PKPU Nomor 10 Tahun 2023, maka setiap calon Anggota DPRD Kota Cimahi harus melengkapi semua berkas yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan pemilihan Calon Anggota DPRD di Kota Cimahi terdapat calon Anggota DPRD Kota Cimahi yang tidak memenuhi persyaratan administrasi yaitu dokumen surat pernyataan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri di wilayah hukum tempat tinggal bakal calon tidak dapat diakses secara elektronik. Pada saat proses verifikasi berkas administrasi sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 11 PKPU Nomor 4 Tahun 2024 dan Pasal 12 PKPU Nomor 10 Tahun 2023, salah satu dokumen Calon Anggota DPRD dari partai politik terdapat dokumen yang tidak dapat diakses secara elektronik dan kesamaan nomor registrasi dari berkas yang dikeluarkan oleh Pihak Pengadilan Negeri untuk seluruh calon yang didaftarkan oleh partai politik pengusung calon Anggota DPRD Kota Cimahi hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dalam proses pelaksanaan verifikasi persyaratan calon Anggota DPRD di Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi. Akibat tidak dapat diaksesnya dokumen administrasi dan kesamaan nomor registrasi mengakibatkan kerugian bagi calon Anggota DPRD dan partai politik. Kerugian yang pertama adalah calon Anggota DPRD akan didiskualifikasi atau tidak akan lolos dari verifikasi administrasi. Akibatnya Calon Anggota DPRD akan dicoret dari Daftar Calon Sementara maupun Daftar Calon Tetap Peserta Calon Anggota DPRD di Kota Cimahi, hal ini sangat merugikan karena perlu usaha dan biaya yang sangat besar untuk mempersiapkan diri mengikuti pendaftaran Calon Anggota DPRD di Kota Cimahi. Yang kedua akan merusak tingkat kredibilitas partai politik, karena partai politik gagal mengajukan Calon Anggota DPRD yang diakibatkan ketidakcermatan dalam melengkapi proses adminitrasi, dan menurunkan tingkat kepercayaan dari masyarakat. masyarakat akan menilai partai politik tersebut tidak profesional dan tidak mampu untuk mempersiapkan kadernya sebaik mungkin untuk mengikuti kontestasi politik. Yang ketiga adalah akan ada konflik internal di dalam Partai. Para calon yang sudah mendaftarkan diri maju melalui partai poltik yang merasa yakin akan menang malah justru kecewa akibat ketidak cermatan partai politik dalam pendampingan untuk memenuhi persyaratan administrasi. Kondisi ini mengakibatkan perpecahan internal, saling menyalahkan atau bahkan akan melakukan upaya hukum terhadap partai politik. Dalam beberapa kasus Calon Anggota DPRD yang kecewa akan pindah ke partai politik lain atau tidak lagi aktif dalam kegiatan partai politik yang mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi partai politik. Didalam Pasal 460 ayat 1 UU Pemilu mengatur bahwa pelanggaran administratif pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran administratif pada dasarnya berkaitan dengan pelanggaran terhadap kaidah-kaidah dam asas-asas hukum prosedural dan dengan demikian pelanggaran terhadap tata cara dan mekanisme termasuk dalam pelanggaran prosedur hukum. Sedangkan objek pelanggaran adminstratif pemilu menyangkut administrasi pelaksanaan pemilu. Dalam tata kehidupan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum. Kepastian hukum merupakan sesuai yang bersifat normatif baik ketentuan maupun keputusan hakim. Kepastian hukum merujuk pada pelaksanaan tata kehidupan yang dalam pelaksanaannya jelas, teratur, konsisten dan konsekuen serta tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keaaan yang sifatnya subjektif dalam kehidupan masyarakat. Pemilu yang baik adalah pemilu yang memiliki kepastian hukum dari segi prosedurnya dan hasil yang tak dapat diprediksi secara pasti (predictable procedure with unpredictable result). 2. Solusi Yang Dapat Diberikan Agar Calon Anggota DPRD Dapat Memenuhi Persyaratan Administrasi Yang Telah Ditetapkan Oleh Peraturan Perundang-Undangan. Pemilihan umum merupakan sarana kontestasi bagi setiap partai politik dan calon Anggota DPRD Kota Cimahi untuk saling berlomba untuk memberikan visi dan misi serta janji untuk menarik minat masyarakat untuk memilih calon Anggota DPRD pada tanggal pemilihan yang ditentukan. Calon Anggota DPRD yang berhasil memperoleh suara tertinggi dan menang akan mewakili masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah untuk itu dibutuhkan kandidat yang memiliki komitmen dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat untuk menyalurkan aspirasi masyarakat sehingga keputusan yang dikeluarkan merupakan sesuai dengan kehendak rakyat. Perlu solusi dan terobosan baru dalam proses pelaksanaan pemilihan Calon Anggota DPRD Kota Cimahi sehingga setiap aturan yang dibentuk dalam pelaksanaan Pemilu dapat dilaksanakan oleh semua pihak. Solusi yang diberikan dapat dilihat dari berbagai aspek seperti pemanfaatan sosialisasi pelaksanaan Pemilu secara berkala, penguatan fungsi partai politik dalam membina dan merekrut calon Anggota DPRD, kerja sama antar lembaga penyelenggara Pemilu dan terakhir pengembangan teknologi informasi. a. Sosialisasi Pelaksanaan Pemilu Secara Berkala Sosialiasasi Pelaksaan pemilu secara berkala berfungsi sebagai sarana bagi calon Anggota DPRD dan Partai Politik mengetahui secara komprehensif mengenai kegiatan Pemilu. Sosialisasi yang dapat diberikan berupa pengetahuan mengenai tahapan pelaksaan kegiatan pemilu yang akan diikuti, persyaratam formil dan materil yang harus dilengkapi, pemahaman tentang peraturan perundang-undangan tentang Pemilu, Peraturan Komisi Pemilihan Umum dan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum, Lembaga yang berwenang untuk menyelenggarakan Pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. b. Penguatan Fungsi Partai Politik Dalam Merekrut Dan Membina Calon Anggota DPRD Partai politik adalah pintu utama bagi seseorang untuk menjadi calon anggota DPRD. Oleh karena itu, partai politik memiliki tanggung jawab untuk merekrut calon anggota DPRD memiliki integritas dan komitmen untuk menjaga demokrasi serta membina calon anggota DPRD bisa melengkapi persyaratan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, adapun upaya yang dapat diberikan oleh partai politik berupa : 1) Solusi Melalui Peran Partai Politik Partai politik memiliki peran untuk merekrut kandidat calon Anggota DPRD secara transparan, memiliki rekam jejak yang terpercaya dan memilih calon yang memiliki persyaratan yang mumpuni, sehingga akan menghasilkan calon Anggota DPRD terbaik. Sehingga Partai Politik memiliki nilai baik dimata masyarakat dan masyarakat pun percaya terhadap calon yang dipilihnya akan Amanah menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. 2) Pendampingan Pemenuhan Administratif Partai politik memiliki tugas untuk membantu calon Anggota DPRD memenuhi persyaratan yang diminta oleh peraturan perundang-undangan, sehingga persyaratan yang harus dilengkapi dapat dikumpulkan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. c. Kerja Sama Antar Lembaga Penyelenggara Pemilu Lembaga yang melaksanakan penyelenggara Pemilihan Umum ada 3 yaitu Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum. Dalam pelaksanaanya setiap lembaga mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda, sehingga perlu kolaborasi dalam proses pelaksanaan Pemilihan umum, agar menghasilkan Pemilihan Umum yang aman dan tertib. Kedudukan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum sebagai lembaga yang bersifat mandiri dan berkedudukan setara sehingga dapat melakukan Check and balances, sehingga apabila ada kebijakan yang merugikan bisa saling mengkoreksi dan memberi teguran sebagai langkah antisipasi agar masalah yang dihadapi bisa segera diselesaikan. d. Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Verifikasi dan Pendaftaran Teknologi informasi dapat menjadi solusi efektif dalam membantu calon Anggota DPRD Kota Cimahi dalam memenuhi persyaratan secara cepat dan tepat. Saat ini, KPU telah menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) untuk mengunggah dan memverifikasi dokumen. Penggunaan teknologi dapat memudahkan proses verifikasi berkas pendaftaran. Namun masih banyak kendala yang dihadapi pada saat penggunaan aplikasi, sehingga perlu peningkatan kualitas aplikasi agar memudahkan para pengguna terutama pada saat verifikasi berkas pendaftaran. Ada beberapa sengketa Pemilu yang didaftarkan akibat terhambat penggunaan aplikasi SIPOL yang tidak berfungsi dengan baik, seperti gangguan saat menginput data, gangguan teknis pada saat pengisian data sehingga data yang terisi melewati masa pengumpulan, dan terdapat kebingungan saat penggunaan aplikasi SIPOL. Berdasarkan hal tersebut untuk meminimalisir masalah untuk periode Pemilihan Umum Calon Anggota DPRD di Kota Cimahi, maka perlu sosialisasi penggunaan Aplikasi SIPOL secara menyeluruh dan perbaikan kualitas dari aplikasi SIPOL agar tidak terjadi masalah serupa pada saat proses verifikasi administrasi di Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi. F. PENUTUP 1. Proses pencalonan Anggota DPRD di Kota Cimahi merupakan proses penting yang harus dijalani dengan serius, baik oleh calon Anggota DPRD, Partai Politik, maupun Penyelenggara Pemilu. Agar calon anggota DPRD Kota Cimahi dapat memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan, karena akan ada konsekuensi yang akan diterima baik bagi Calon Anggota DPRD dan Partai Politik Pengusung apabila calon Peserta Pemilu tidak dapat memenuhi persyaratan seperti di coret dari Daftar Calon Sementara dan Calon Daftar tetap Anggota DPRD dan Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Partai Politik. 2. Solusi-solusi yang telah diuraikan tidak hanya akan meningkatkan jumlah calon yang memenuhi syarat, tetapi juga mendorong peningkatan kualitas wakil rakyat di daerah. Dengan demikian, solusi yang dapat diberikan dalam proses penyelenggaraan pemilihan Calon Anggota DPRD di Kota Cimahi seperti pemanfaatan sosialisasi pelaksanaan Pemilu secara berkala, penguatan fungsi partai politik dalam membina dan merekrut calon Anggota DPRD, kerja sama antar lembaga penyelenggara Pemilu dan terakhir pengembangan teknologi informasi. G. DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku 1. Komisi Pemilihan Umum, Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Menjawab Problematika Hukum Dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu dan Sengketa Verifikasi Parpol Pemilu 2024, Tahun 2022. 2. Muhammad Rifqi Hidayat, DKK, Pengantar Ilmu Hukum, Widini Bhakti Persada Bandung, Bandung. Tahun 2022. Peraturan Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum 3. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. 4. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
KPU Melayani, bukan hanya sekedar slogan melainkansebuah tanggung jawab, komitmen dan integritas dalammelayani kebutuhan masyarakat untuk melaksanakan proses demokrasi dalam memilih Wakil Rakyat selama 5 tahun. Pertama kali mengenal KPU saat menjadi anggota KPPS padaTahun 2014 saat pelaksanaan Pemilihan yang dilaksanakansecara terpisah yaitu Anggota DPR RI, DPD, DPRD ProvinsiJawa Barat dan DPRD Kota Cimahi pada tanggal 09 April 2014 serta pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 09 Juli 2014. Proses pelaksanaanpemilihan merupakan langkah awal dari demokrasi, meskipunproses pemilihan di tingkat KPPS namun banyak tahapanyang harus dilalui. Proses Pemilihan dilaksanakan pada pukul07.00. sebelum pelaksanaan para anggota KPPS akandisumpah oleh Ketua KPPS, setelah sumpah selesai kami menunggu masyarakat untuk melakukan pemilihan dengansemangat dan riang gembira karena hal ini merupakanlangkah awal untuk menentukan nasib bangsa selama 5 tahunkedepan. Rasa kekhawatiran dimulai saat pukul 13.30 WIB karena dimulainya proses rekapitulasi suara, karena kami tidak boleh salah saat mencatat suara yang masuk ke form C1. Saat proses perhitungan ada perasaan takut dan khawatirnamun perlahan-lahan mulai sirna setelah hasil rekapitulasisesuai dengan jumlah suara yang dipilih melalui form C1. Proses Rekapitulasi dimulai dari pada pukul 13.30 WIB dan berakhir pada pukul 02.00 WIB tanggal 10 April 2014. Para saksi sepakat bahwa tidak ada keberatan terkait perhitungansuara antara perhitungan suara yang masuk dengan penulisanForm C1 Plano, dan setelah itu hasil disampaikan ke PPS Kelurahan Pasirkaliki. Pada saat tahun 2019 terdapat perbedaan proses pelaksanaanPemilihan Umum, karena pada saat itu proses pemilihandilaksanakan secara serentak yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota DPR RI, DPD, DPRD ProvinsiJawa Barat dan DPRD Kota Cimahi yang dilaksanakan dalam1 hari, sehingga menjadi sejarah pesta demokrasi terbesarsepanjang sejarah Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal17 April 2019. Proses pelaksanaan Pemilihan hampir miripdengan pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2014. Namunproses rekapitulasi yang panjang, hal ini terbukti denganselesainya proses rekapitulasi pada tanggal 18 April 2019 pada pukul 11.00 WIB. Akibat dari proses RekapitulasiPemilihan Umum yang panjang selama 1 hari banyak anggotaadhoc yang meninggal dunia dan jatuh sakit, tercatat jumlahpenyelenggara Pemilihan Umum yang menjadi anggota KPPSyang meninggal 894 orang dan petugas yang sakit 5.175 orang(Sumber : Buku Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak2019). Setelah Pemilihan Umum Tahun 2014 dan 2019, Tahun 2024 adalah langkah akhir menjadi anggota KPPS. Pada Tahun2024 pelaksanaan Pemilihan Umum bersamaan denganPemilihan Kepala Daerah, Untuk Pemilihan Umumdilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 dan PemilihanKepala Daerah pada tanggal 27 November 2024. Prosespelaksanaan terdapat perbedaaan dalam proses rekapitulasisuara menggunakan Aplikasi Sirekap. Saat penggunaanAplikasi Sirekap ini tidak bisa digunakan, data baru bisadiupload 3 hari setelah proses pelaksanaan Pemilihan Umumsedangkan pada saat Pemilihan Kepala Daerah AplikasiSirekap bisa digunakan karena proses upload data lebihsedikit, sehingga proses pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah dapat berjalan dengan lancar. Pada tahun 2024 pemerintah melalui BKN mengadakanseleksi untuk Calon Pegawai Negeri Sipil, saat itu sayamelihat lembaga mana saja yang membuka formasi untukpenerimaan, setelah melihat peluang untuk lulus maka sayamemilih untuk mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum. Proses seleksi di Komisi Pemilihan Umum ada 3 tahapan yaitu TesAdministrasi, Tes Seleksi Kompetensi Dasar dan SeleksiKompetensi Bidang. Selanjutnya saya mempersiapkankelengkapan berkas administrasi seperti KTP, Ijazah, Transkrip Nilai dan dokumen pendukung lainnya, setelahberkas lengkap dan telah memenuhi syarat maka sayamengupload data di website https://sscasn.bkn.go.id/. Setelahmenunggu pengumuman hasil kelulusan adminitrasi, maka di tanggal 18 September 2024 saya dinyatakan lulus seleksiadministrasi dan dapat mengikuti Tes Seleksi KompetensiDasar. Setelah satu tahap terlewati, selanjutnya harussemangat dan belajar dengan maksimal. Pelaksanaan tesSeleksi Kompetensi Dasar dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2024, bertempat di Gedung Sportainment Telkom Kota Bandung dan dinyatakan lulus seleksi. Tes terakhiruntuk Seleksi Kompetensi Bidang yang dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2024 dan pada tanggal 09 Januari 2025.Alhamdulillah saya dinyatakan lulus menjadi salah satu Calon Pegawai Negeri Sipil di Komisi Pemilihan Umum. Pada tanggal 20 Mei adalah tanggal yang ditunggu-tunggu yaitupengumuman tentang penempatan lokasi tempat kerja dan alhamdulillah saya ditempatkan sesuai dengan domisilitinggal saya yaitu Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi. Setelah penyelenggaraan Pemilihan pada Tahun 2024 Alhamdulillah saya diangkat menjadi salah satu abdi negara dilembaga yang diamanatkan oleh Pemerintah untukmelaksanakan proses Pemilihan Umum dan Pemilihan KepalaDaerah. Hal ini merupakan sebuah amanah dari Allah SWT untuk tanggung jawab yang lebih besar, sebelumnya menjadiKPPS dari tahun 2014, 2019 dan 2024 hanya melayanimasyarakat dalam skala kecil, namun saat ini akan melayanimasyarakat dalam skala yang lebih besar, hal ini merupakantantangan bagi perkembangan karir saya yang sebelumnyamenjadi bagian anggota KPPS. Pada saat menjadi seorangASN sekarang ini ada tugas dan kewajiban yang saya haruspertanggung jawabkan, kepada pemerintah dan juga masyarakat. Untuk itu saya harus terus belajar dan beradaptasi sebagaiASN agar pelaksanaan Pemilihan Umum dan PemilihanKepala Daerah dapat berjalan lancar, aman, terkendali Selain integritas dan komitmen perlu memahami bahwa menjadibagian dari keluarga besar KPU harus memperhatikan sifatnetralitas ASN terutama pada saat tahapan Pemilihan Umumdan Pemilihan Kepala Daerah. FAHMI FADILLAH, S.H. CPNS KPU KOTA CIMAHI
Membangun profesionalisme sejak dini di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat sangat penting untuk menjaga integritas dan kredibilitas proses pemilu. CPNS baru yang diperkenalkan dengan nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan etos kerja yang kuat sejak awal masa jabatannya cenderung akan berkembang menjadi pegawai negeri yang kompeten, beretika, dan efektif. Disiplin merupakan landasan profesionalisme. Dalam lembaga seperti KPU, di mana prosedur harus dipatuhi secara ketat dan tenggat waktu tidak dapat ditawar, disiplin memastikan bahwa setiap tugas diselesaikan secara akurat dan tepat waktu. Dengan menanamkan ketepatan waktu, kepatuhan terhadap peraturan, dan alur kerja yang terstruktur sejak dini, KPU menciptakan budaya di mana keunggulan menjadi standar, bukan pengecualian. Tanggung jawab merupakan nilai kunci lain yang harus ditekankan sejak awal. CPNS KPU Jawa Barat harus memahami bahwa peran mereka, tidak peduli seberapa kecilnya berkontribusi pada proses demokrasi yang lebih besar. Menetapkan tanggung jawab yang nyata, bahkan pada peran yang lebih rendah, membantu membangun akuntabilitas. Ketika CPNS baru merasa dipercaya dan diberdayakan, mereka lebih termotivasi untuk melaksanakan tugas mereka dengan hati-hati dan penuh dedikasi. Yang sama pentingnya adalah menumbuhkan etos kerja yang kuat. CPNS baru harus didorong untuk mengerjakan tugas mereka dengan komitmen, integritas, dan kemauan untuk terus belajar. Memberikan bimbingan, umpan balik yang membangun, dan kesempatan untuk pengembangan profesional dapat mendukung pertumbuhan ini. Menekankan pentingnya ketidakberpihakan dan kenetralan juga memastikan bahwa CPNS baru menghayati nilai-nilai yang penting bagi pemilihan umum yang jujur, adil, dan trnsparan. Profesionalisme tidak dapat terbentuk dalam semalam, ia memerlukan arahan awal, ekspektasi yang jelas, dan penguatan yang konsisten. Dengan menekankan disiplin, tanggung jawab, dan etos kerja sejak awal masa jabatan CPNS KPU Jawa Barat dapat membentuk tenaga kerja yang tidak hanya memahami tugasnya tetapi juga bangga dalam menegakkan nilai-nilai demokrasi. Investasi dalam pengembangan profesional tahap awal ini akan membuahkan hasil jangka panjang, memperkuat integritas kelembagaan dan kepercayaan publik terhadap sistem pemilu. KPU yang profesional adalah kunci demokrasi yang dapat dipercaya, dan perjalanan itu dimulai sejak hari pertama bergabung bersama KPU Jawa Barat.